Sabtu, 16 Juni 2012

Butuh Pusat Jajanan Kuliner


Sunday, 15 April 2012

SEBAGAI salah satu kota tujuan wisata kuliner, Makassar dituntut untuk menghadirkan sebuah pusat jajanan makanan khas.

Tujuannya tidak lain untuk memberikan kemudahan akses bagi pengunjung, dalam memperoleh menu makanan maupun minuman kesukaan mereka tanpa harus berpindahpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Modelnya, hanya dengan mengunjungi satu lokasi itu seluruh kebutuhan kuliner sudah bisa dijumpai.Tidak hanya itu, wisatawan bisa diajak untuk menyaksikan langsung cara pembuatan menu khas tersebut. Sayangnya, pusat jajanan tersebut belum dijumpai di Makassar. 

Kendati sejumlah ruas jalan didereti restoran,sifatnya parsial, seperti yang ada di kawasan kuliner Jalan Datumuseng yang khusus menyajikan makanan dan minuman. Sementara untuk sajian kue tradisional tidak ditemukan disana. Begitupun, yang ada di kawasan Somba Opu yang justru lebih fokus pada penjualan cenderamata dan kue tradisional Makassar dalam bentuk kue kering. Sementara, tidak dijumpai kue basah, seperti Pisang Ijo, Onde-onde, Barongko atau Pallu Butung. 

Kalaupun ingin menjumpai jenis kue tradisional tersebut, terkadang harus menunggu event-eventtertentu,seperti penyambutan tamu dari luar kota, acara pernikahan ataukah dengan cara memesan khusus ke perajin kue tersebut. Kondisi ini memang jauh berbanding dengan menu utama yang sangat mudah ditemukan, di beberapa jalan-jalan besar seperti Coto maupun Pallubasa. Terletaknya kuliner khas secara parsial, tentunya memberikan kendala sendiri bagi wisatawan khususnya yang lebih memilih hunting menu khas dengan berjalan kaki. 

Mengingat,cara ini justru jauh lebih dinikmati ketimbang menggunakan kendaraan. Sebenarnya dulu ada pusat jajanan kuliner,hanya saja untuk menawarkan menu khas belum semua bisa ditemukan di Laguna,Pantai Losari.Karena, sebagian besar pengelolanya memilih menyajikan menu umum seperti nasi goreng ataukah bakso. Kalaupun ada hanya sebagian saja, seperti menjual Pisang Epe dan Coto. Tidak terfokusnya jajanan kuliner sangat dirasakan,Putri Rahayu, 35.Wisatawan asal Jakarta ini mengaku, kewalahan mencari menu khas yang akan dicicipi bersama keluarganya. Itu dikarenakan,harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. 

Terpaksa, untuk mencicipi menu khas Makassar tersebut Rahayu harus berpisah dengan keluarganya dikarenakan mereka beda selera. Ada yang ingin menikmati ikan bakar, ada yang ingin makan Coto,makan Pallubasa dan ada pula yang menikmati Pallubutung. “Seandainya ada restoran serba ada, tentu itu memudahkan kami bisa mencicipi ragam kuliner khas Makassar yang terkenal tersebut. Tapi ini, kami harus memutuskan menu apa yang diinginkan, dan terpaksa keluarga lainnya yang gemar makan ikan harus mencicipinya ditempat lain,”ungkapnya. 

Upaya untuk menghadirkan pusat jajanan khas Makassar sudah sejak lama diusulkan PHRI. Bahkan, mereka telah menyampaikan keinginan itu ke Wali Kota Makassar.Hanya saja sampai saat ini belum direspons dengan alasan lahan yang ditunjuk yakni, di eks pusat kuliner Laguna bukan milik pemkot tapi milik pihak ketiga. Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga menjelaskan, usulan itu sudah disampaikan malah pihaknya berencana menggandeng BP3M untuk memaksimalkan pengelolaannya. “Disana itu potensinya sangat besar untuk dijadikan pusat jajanan traditional,karena lokasinya strategis dan cukup luas menampung pengusaha kuliner khas.Bahkan,kalau itu bisa diwujudkan bisa jadi menjadi daerah tujuan wisata baru dalam paket city tour,” jelasnya. 

Orang nomor satu di Grand Clarion Hotel Makassar ini menuturkan, jika itu bisa diwujudkan dipastikan seluruh pengelolannya melibatkan SDM profesional, termasuk ketika penyajian menu itu akan ditemukan inovasi terbaru dan tidak melulu itu-itu saja. Dia mencontohkan, seperti kue Baruasa jika biasanya ditemukan dengan dua rasa menggunakan gula putih dan gula merah, bisa saja dilain waktu kue tradisional itu ditemukan dengan rasa coklat ataukah strowberry. 

Keinginan menghadirkan pusat jajanan tersebut tidak saja membawa dampak positif terhadap perkembangan usaha kuliner di Makassar, tapi juga tentunya memberikan kontribusi positif bagi pelaku usaha khususnya para pembuatnya. Sebut saja pembuat kue tradisional, yang memang banyak menggantungkan usahanya dari orderan dibandingkan dengan kuliner yang fokus dengan menu makanan utama. Kordinator pengrajin kue tradisional Biringkanaya Jumhariah Hamid mengaku, selama ini geliat usaha pembuat kue tradisional di wilayahnya lebih banyak bergantung dari event-event khusus.

Kalaupun ada sifatnya rutin itu masih minim, jumlahnyapun masih terbatas kisaran 250 biji dan tidak setiap hari tapi disorder perminggunya. Jenis kue yang ditawarkan mulai dari Cucuru, Barongko, Biji Nangka dan Putu Kacang. “Orderan kami tidak setiap hari,makanya kalau membuat dalam jumlah besar nanti ada event. Sisanya mengandalkan penjualan di warung-warung yang biasanya diantar seminggu sekali atau lebih,”ujarnya. Makanya,Ria sapaan akrab Jumhariah Ahmad,jika ada pusat jajanan traditional tentunya lebih menguntungkan.

Alasannya, tidak saja pengunjung mencicipi ditempat,tapi mereka bisa memesannya untuk oleole ke sanak saudaranya. Hal senada disampaikan, Pemilik Coto Paraikatte Perintis Kemerdekaan H. Sudirman Nurdin Dg Narang. Dia mengungkapkan, kalau bisa disatu tempat tentunya lebih bagus karena memudahkan, supaya pembeli tidak terlalu jauh mencarinya.

Walau diakuinya, untuk saat ini usahanya memang juga terpisah, dikarenakan pengembangan usaha keluarga yang membuatnya melebarkan sayap tidak saja di Perintis Kemerdekaan tapi juga di AP Pettarani. suwarny dammar 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar